Review ASUS Zenfone 8: Android Mungil Terbaik 2021

12 Min Read

Meski jenis smartphone-nya tidak banyak, ASUS selalu mencoba untuk hadirkan opsi yang menarik dan tidak biasa. Tak terkecuali ASUS Zenfone 8 yang sejatinya rilis global sejak Maret lalu, namun hadir terlambat di Tanah Air. Juga datang sendirian tanpa opsi varian yang punya kamera putar.

Ya, nasib Zenfone di Indonesia memang berbeda dari saudaranya yang cukup merajai smartphone gaming, yakni ROG Phone. Dua tahun lalu, Zenfone 6 datang sangat terlambat, kemudian generasi barunya di-skip sampai akhirnya membawa Zenfone 8 langsung. Sejatinya perangkat ini punya daya tarik yang kuat, jadi opsi Snapdragon 888 resmi termurah.

Baca juga: Review ASUS ROG Phone 5: Flagship dengan Performa & Audio Terbaik

Tak hanya itu, juga cocok bagi konsumen yang inginkan perangkat flagship dengan dimensi mungil. Terutama yang lebih terjangkau dan konvensional, ya, karena kalau tidak ada halangan budget sih bisa juga memilih Galaxy Z Flip 3. Dan ketika pertama kali diresmikan, efeknya juga cukup ramai, banyak diperbincangkan di media sosial.

Namun sepertinya, apa yang terjadi pada iPhone 12 mini juga “mendampingi” kehadiran ASUS Zenfone 8. Namun secara keseluruhan, mutlak jadi smartphone Android kecil terbaik, bahkan bisa bersaing dengan flagship mainstream lainnya. Berikut ulasan lengkapnya.

Desain

Awalnya saya mau bilang kalau “mungkin karena dimensinya yang kompak, tak banyak yang bisa ditingkatkan pada desain dari ASUS Zenfone 8.” Tapi yah, iPhone 13 mini masih bisa tampil dengan lebih stylish seperti flagship premium. Sementara yang satu ini, halusnya, dirancang untuk melebur dengan perangkat mid-range.

Padahal secara material sudah premium. Bingkai aluminium, Gorilla Glass Victus di depan, Gorilla Glass 3 di belakang (yang dibuat matte, tapi sayangnya mudah meninggalkan bekas sidik jari), dan di tangan terasa sangat kokoh. Bobotnya 169 gram dengan ketebalan 8,9mm. Ada sertifikasi IP68 pula.

Tapi ya begitu, kurang terlihat mahal aja. Paling-paling yang menarik selain dimensi, hanya aksen tombol power-nya aja yang cukup mencolok namun tak berlebihan. Tonjolan kamera belakangnya juga cukup tipis, tak mengganggu ketika diletakkan di atas meja. Kalau ingin lebih terlihat, mungkin bisa pilih opsi warna Horizon Silver ya.

Yang cukup unik, ASUS sertakan hard case dalam paket penjualan ASUS Zenfone 8. Punya tekstur khusus, membuatnya tidak licin sembari melindungi kaca kamera. Yang saya suka nih, bagian bawahnya tidak menutupi slot kartu SIM. Jadi kalau seumpama mau ganti, tak perlu copot case. Sembari melindungi keempat sudut perangkat.

Layar

Inilah bagian yang saya suka dari ASUS Zenfone 8. Keempat bezel layarnya dibuat cukup tipis dan hampir seimbang terutama di bagian bawah. Jadi walaupun bodinya kompak dalam genggaman, masih bisa berikan diagonal 5,9 inci. Pakai panel Super AMOLED full HD+ dengan refresh rate 120Hz.

Yang cukup unik, tak hanya opsi 60Hz dan 120Hz, juga ada opsi 90Hz yang bisa dipilih. Layar ASUS Zenfone 8 bisa menyala sangat terang saat di luar ruangan, dan mendukung always-on display dengan tampilan jam yang cukup variatif. Dimensi kamera depannya juga tergolong kecil.

Sensor fingerprint-nya juga sudah disematkan di balik kaca layar. Karena dimensi perangkat lebih kecil, posisinya dibuat agak tinggi, sehingga ibu jari tak perlu terlalu ke bawah alias lebih pas untuk buka kunci layar. Akurasi dan kecepatan tergolong baik untuk vendor yang jarang rilis smartphone.

Menurut saya, dimensi layar ASUS Zenfone 8 berhasil menyentuh sweet spot, di mana cukup kecil untuk dipegang satu tangan, tapi masih cukup besar untuk konsumsi serial televisi dari platform streaming langganan. Tak ingin aktifkan AOD? Ada lampu LED di bodi bawah untuk berikan tanda notifikasi.

Kamera

Secara jumlah memang tidak banyak, dan modul kameranya dibuat mirip seperti iPhone generasi tahun lalu. Secara vertikal, disematkan sensor kamera utama Sony IMX686 64MP yang sudah dikenal cukup capable, dengan tambahan stabilisasi berbasis hardware alias OIS. Yang tak kalah menarik adalah dua sensor pelengkap lainnya.

Sensor ultra-widenya beresolusi 12MP, gunakan sensor Sony IMX363. Kamera depan? Sony IMX663 12MP. Yang menarik, keduanya mendukung Dual Pixel PDAF, di mana kompetitor kebanyakan hanya fixed focus. Jadi bisa berikan fleksibilitas tinggi dengan fokus presisi, dari jarak dekat sekalipun. Mode pengambilan gambar juga tergolong lengkap.

Tanpa harus mengubah ke mode malam, ASUS Zenfone 8 secara otomatis aplikasikan mode tersebut dengan indikator logo bulan kecil lengkap dengan perkiraan durasi pengambilan, plus ilustrasi hasil foto yang semakin cerah hingga foto selesai diambil. Nah, untuk mode potret, secara otomatis berikan crop kisaran 1.5x, mungkin agar lebih natural.

Secara keseluruhan, hasil foto tergolong cukup tajam termasuk sensor ultra-wide sekalipun. Warna juga akurat, meski dalam beberapa kondisi pencahayaan indoor jadi sedikit kuning atau warm. Jangan lupa matikan AI enhancement yang terkadang malah bikin obyek manusia jadi lebih kontras dengan kulit lebih halus.

ASUS juga tawarkan 2x lossless zoom dengan melakukan proses digital untuk tingkatkan ketajaman foto, dan hasilnya memang oke. Night mode-nya juga sangat bagus untuk menangkap momen malam hari, meski memang harus sedikit sabar karena membutuhkan waktu tangkap sampai empat detik. Sayangnya, absen untuk kamera depannya.

Hasil foto lengkap dari kamera ASUS Zenfone 8 bisa diakses pada album berikut ini.

Menggunakan sensor ultra wide-angle, outdoor siang hari.
Sensor utama, uji kemampuan HDR yang berjalan dengan sangat baik

 

Berkat adanya autofokus, kamera ultra-wide bisa mengambil objek jarak dekat
Sensor utama, malam hari tanpa night mode

 

Dengan night mode
Sensor ultra-wide, tanpa night mode

 

Dengan night mode, berikan tingkat ketajaman yang sangat baik
Menggunakan mode potret

 

Menggunakan kamera depan

Nah, perekaman videonya juga nggak kalah spesial. ASUS Zenfone 8 bisa merekam video sampai resolusi 8K bahkan 4K 60fps—khusus yang pertama, hanya bisa sensor utama saja. Dan kalau ingin bisa berpindah antara kedua sensor di belakang, maksimum di resolusi full HD saja. Smartphone ini juga didukung teknologi OZO Audio, bisa mereduksi suara angin atau difokuskan ke suara manusia.

Selain stabilisasi yang ada di menu pengaturan, juga bisa aktifkan stabilisasi tambahan yang ada di viewfinder, dan hasil perekamannya pun sudah tergolong flagship-grade. Dengan kamera depan yang mendukung resolusi 4K, jadi cocok juga untuk keperluan vlogging.

Fitur

Selayaknya toserba, ASUS Zenfone 8 punya hampir semuanya yang Gizmo friends inginkan dalam sebuah smartphone. Audio jack, speaker stereo yang berkualitas, lampu notifikasi LED, vibration motor yang mantap, semuanya ada. Paling-paling hanya tidak ada slot kartu microSD saja.

Tampilan antarmuka yang digunakan juga cukup menyenangkan. Di satu sisi terlihat clean seperti Android murni, namun bila ditelusuri lebih dalam, ada banyak kustomisasi yang dapat dilakukan. Ganti skema warna, bentuk font dan ikon, sampai menghilangkan notifikasi tertentu di bar atas, semua bisa ditemukan tanpa harus ubek-ubek opsi developer.

Gandakan aplikasi media favorit? Bisa. Layarnya masih terasa terlalu besar? Ada mode satu tangan yang bisa diaktifkan dengan gestur tertentu. Aplikasi panggilan video seperti Google Duo juga berjalan lancar di ASUS Zenfone 8, jadi lebih mantap dengan speaker lantang dan kamera depan yang mendukung autofokus.

Performa

Mengingat chipset yang digunakan adalah yang terbaik saat ini, saya berekspektasi kalau kejadian di iPhone 12 mini bakal terulang. Baterai besar, dimensi kecil, “wah bakal cepet panas nih.” Nyatanya tidak, karena suhu bodi jauh lebih terjaga meski dalam penggunaan intensif.

Terutama kalau sudah pakai hard case, tentunya, bakal tidak terasa panas saat bermain gim. Ya ada panasnya, sih, tapi karena di 12 mini sepanas itu, jadi bisa lebih memaklumi. Dan memang chipset Qualcomm Snapdragon 888 umum dikenal panas, jadi masih dalam taraf cukup normal di ASUS Zenfone 8.

Performanya juga sangat lancar baik dalam kecepatan buka aplikasi serta multitasking, meski kapasitas RAM-nya “hanya” 8GB, dan tanpa fitur kekinian lain seperti virtual RAM yang mengambil sejumlah kapasitas penyimpanan internal. Tapi kalau memang dirasa kurang luas, diberikan opsi RAM 12GB yang selisih harganya jauh lebih mahal.

Baterai

Dengan dimensi fisik yang sekecil ini, ASUS masih bisa menyematkan kapasitas baterai yang tergolong besar, yakni 4,000 mAh pada ASUS Zenfone 8. Kalau diumpamakan, bisa setara dengan smartphone flagship layar besar lainnya yang punya baterai 500-1,000 mAh lebih besar.

Selama hampir dua pekan pemakaian, rata-rata bisa bertahan seharian, baik penggunaan kasual sampai agak berat seperti akses kamera maupun menjadikannya sebagai mobile hotspot. Melebihi ekspektasi saya pribadi, terutama always-on display juga saya nyalakan. Tidak terasa boros sama sekali meski dimensinya mini.

Teknologi pengisian dayanya memang bukan yang terkencang, yakni 30W dan tanpa dukungan wireless charging. Adapter-nya pun agak pilih-pilih, karena ketika saya pasangkan dengan GaN charger 65W milik Baseus, tidak bisa terisi cepat kecuali port lainnya juga sedang digunakan. Sedikit aneh, sih, semoga hanya masalah software saja.

Proses isi daya dari hampir habis hingga penuh membutuhkan waktu kurang dari 90 menit. Lagi-lagi, bukan yang terkencang, tapi juga sudah cukup oke. ASUS juga sediakan banyak opsi tambahan untuk menghemat dan perpanjang masa pakai baterai lewat fitur ekstensif yang bisa diaktifkan secara manual.

Kesimpulan

Sadar nggak, kalau overall impresi saya terkait ASUS Zenfone 8 oke-oke saja? Performanya kencang, baterai awet, kamera depan belakang bagus, dimensinya kecil. Masih ada audio jack pula, yang sekarang sudah makin jarang bahkan di kelas mid-range sekalipun.

Beberapa kekurangannya hanya minor saja, dan sangat bisa dimaklumi mengingat harga jualnya juga tergolong murah. Sepertinya smartphone berukuran kompak memang hanya sekadar memikat saja, alias tak langsung membuat konsumen untuk memilikinya karena sudah terbiasa dengan smartphone layar besar.

Spesifikasi ASUS Zenfone 8

Klik pada gambar untuk spesifikasi lebih lanjut.

Eksplorasi konten lain dari Gizmologi.id

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

Share This Article

Eksplorasi konten lain dari Gizmologi.id

Langganan sekarang agar bisa terus membaca dan mendapatkan akses ke semua arsip.

Lanjutkan membaca

Exit mobile version