Review Nokia C3: Rumput Tetangga Jauh Lebih Hijau

8 Min Read

Mencoba untuk tetap relevan, bersaing dalam sebuah kolam yang sebenarnya sudah terisi cukup penuh. HMD Global menghadirkan sebuah smartphone Nokia C3 yang, lagi-lagi menyasar kelas entri. Setelah Nokia 8, flagship dari sebuah startup asal Finlandia tersebut seolah tak berani benar-benar bersaing dengan flagship lain yang resmi hadir di Tanah Air.

Alhasil, produk yang ditawarkan cenderung kurang bertenaga. Yang umumnya dikenal dari sebuah smartphone ber-merk Nokia adalah kualitas fisik (build quality), serta kualitas kameranya. Menjadi smartphone kelas entri, tentunya Nokia C3 yang notabene smartphone resmi terbaru HMD di penghujung tahun 2020, sulit untuk mencapai dua fitur kunci kenamaan tersebut.

Untuk sebuah smartphone harga Rp1 jutaan, selain gunakan jenama Nokia, sulit sekali bagi saya untuk merekomendasikannya kepada Gizmo friends. Selain bila kamu mencari smartphone dengan stock Android dan, tentunya, merk Nokia yang mungkin bawa nilai prestis tersendiri. Berikut adalah ulasan singkat saya tentang Nokia C3.

Desain

Mungkin kata ‘simpel’ bisa digunakan agar kesannya desain Nokia C3 ini tidak membosankan. Karena yah memang terlihat biasa saja, apalagi bezel atas dan bawah di bagian depannya masih cukup lebar. Yah bisa dibilang sedikit menyerupai Nokia 6 yang menjadi salah satu smartphone Nokia Android pertama. Keempat sisi belakangnya miliki lengkungan yang cukup membuat nyaman saat digenggam.

Punya ketebalan 8,69mm dengan bobot 184,5 gram, saya sendiri tidak tahu apa yang membuat Nokia C3 menjadi berat. Kapasitas baterainya tidak besar, material casing belakangnya pun gunakan plastik polikarbonat. Mungkin bagian dalamnya, ya. Yang pasti, ini bisa jadi hal positif, membuat smartphone terasa sedikit kokoh.

Tak seperti smartphone unibodi lainnya, casing belakang Nokia C3 masih bisa dilepas. Jadi tak perlu gunakan SIM ejector untuk memasukkan dua kartu nano SIM plus kartu microSD (dengan slot dedicated), dan jika baret atau rusak, tinggal membeli aksesorinya saja. Material plastiknya juga terasa cukup tebal dan tidak mudah kotor/membekas sidik jari.

Layar

Dimensi layar yang dimiliki Nokia C3 berukuran 5,99 inci. Ya, tak sampai 6 inci, namun tetap terasa dan terlihat besar karena rasionya yang masih klasik di 16:9. Resolusinya HD+ dengan panel IPS, tanpa perlindungan khusus meski HMD menuliskan “toughed glass” dalam spesifikasinya. Dan seperti yang sudah saya sebutkan, bezel atas dan bawahnya masih dibuat tebal.

Resolusi rendah sih masih wajar. Sayangnya, panel IPS yang digunakan punya kualitas yang kurang baik, atau tidak sebagus smartphone di kelasnya. Saturasi kurang, kecerahan hanya cukup, dan terlihat semburan cahaya putih di tepian layar ketika menampilkan warna gelap seperti abu-abu.

Kamera

Seadanya. Itulah sebuah kata yang dengan mudah menggambarkan fungsi kamera dari Nokia C3. HMD sematkan masing-masing satu sensor di bagian depan (5MP f/2.4) dan belakang (8MP f/2.0). Hanya kamera belakang yang bisa rekam video hingga resolusi full HD tanpa EIS. Bila smartphone lain hadirkan efek bokeh lewat software, HMD… tidak menyediakannya sama sekali.

Bagaimana dengan hasilnya? Meski punya fitur auto HDR, dynamic range-nya sangat sempit. Dalam kondisi cahaya berlimpah, detilnya masih oke. Namun untuk kondisi indoor, kualitasnya bakal jauh menurun baik detil dan saturasi. Kalau sudah malam hari, kualitas tidak bisa ditolong lagi karena tak ada mode malam khusus.

Juga hasil foto dari kamera depannya yang, dari 10 kali percobaan, hanya 1-2 saja yang bagus. Sisanya terlihat gelap dan dengan detil yang kurang. Sudah lama saya tidak mencoba kamera smartphone dengan hasil foto yang sebegininya, bahkan masih kurang dari produk lain dengan harga jauh lebih murah.

Indoor, cahaya berlimpah.
Indoor malam hari, cahaya cukup.
Outdoor, mendekati gelap pekat.
Kamera depan, 1 dari 3 percobaan foto di mana lainnya gelap.

Fitur

Kalau Gizmo friends mencari smartphone Android dengan pengalaman layaknya gunakan stock Android, Nokia C3 mungkin bakal cocok. Namun yang perlu diketahui, smartphone ini tidak termasuk dalam program Android One. Artinya, tidak ada jaminan pembaruan keamanan tiap bulan selama tiga tahun dan jaminan naik versi software dua kali.

Saat pertama kali digunakan, jumlah bloatware-nya sangat sedikit. Fitur-fitur yang ada pun sangat dasar. Paling-paling, kini HMD sertakan fitur untuk mengambil tangkapan layar (screenshot) panjang. Dan disertakan tombol Google Assistant di sebelah kiri bodi untuk akses perintah suara secara langsung.

Itu saja. Fitur seperti tema, screen record, clone aplikasi tak akan ditemukan di smartphone ini. Sementara untuk faktor keamanan, disediakan sensor sidik jari yang responsif dan bisa digunakan untuk akses bar notifikasi, dengan cara menggesernya ke bawah. Ada opsi face unlock juga, sih. Tapi baiknya tak usah dipakai, karena tidak reliable.

Performa

Bukan Snapdragon, bukan pula MediaTek. HMD memilih untuk gunakan chipset dari Unisoc, dengan seri SC9863A yang punya konfigurasi CPU octa-core hingga 1,6GHz. Fabrikasinya 28nm, cukup tertinggal oleh CPU lain di kelas harga sama.

Secara performa, bisa ditebak bahwa Nokia C3 bukan yang terbaik. Penggunaan stock Android pun nampaknya tidak begitu menolong, jeda buka tutup aplikasi terasa agak lama dan seringkali aplikasi memerlukan reload, berkat memorinya yang terbatas di 2GB RAM & 16GB internal.

Padahal, belum banyak aplikasi yang saya install, dan saya merasa seperti efek transisinya dibuat 1,5 kali lebih lama, entah saking lambannya atau memang disengaja oleh pihak HMD. Kalau situasi dengan aplikasi saja sudah begitu, jangan harap untuk gunakan smartphone ini sebagai perangkat gaming ya.

Baterai

Kapasitas baterai yang disematkan oleh HMD pada Nokia C3 juga sangat modis. Hanya 3,040 mAh, tanpa dukungan fast charging, dengan penggunaan port micro-USB. Dua poin terakhir masih bisa dimaklumi, karena kompetitor di kelas yang sama juga punya spesifikasi serupa.

Namun setidaknya, punya kapasitas rata-rata di rentang 4,000 – 5,000 mAh. Mungkin alasannya karena baterai Nokia C3 bisa dilepas, ya. Keuntungannya, jika habis, bisa langsung diganti dengan baterai sekunder dan kembali penuh. Meski saya sendiri tak yakin apakah masih ada pengguna smartphone yang gunakan metode ini di tahun 2020.

Kesimpulan

Harus merk Nokia? Harus stock Android? Harus dengan baterai yang bisa dilepas? Kalau tiga poin ini tidak wajib untuk dipenuhi, maka lebih baik memilih smartphone dari merk lain. Sangat disayangkan memang, jika Nokia C3 hadir tak diimbangi dengan rasio spesifikasi dan harga yang lebih menarik.

Setidaknya, meski tidak mendatangkan lini flagship ke Tanah Air, smartphone kelas menengahnya masih bisa berikan diferensiasi yang menarik. Seperti Nokia 5.3 yang termasuk dalam program Android One, maupun Nokia 4.3 yang punya desain kompak lengkap dengan NFC. Untuk kelas entrinya, HMD masih harus mengejar ketertinggalan dari para pesaingnya.

[rwp_box id=”0″]

Spesifikasi Nokia C3


Eksplorasi konten lain dari Gizmologi.id

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

Share This Article

Eksplorasi konten lain dari Gizmologi.id

Langganan sekarang agar bisa terus membaca dan mendapatkan akses ke semua arsip.

Lanjutkan membaca

Exit mobile version