Jakarta, Gizmologi โ Cloudflare merilis sebuah studi terbaru yang menunjukkan perusahaan Indonesia makin besar menjadi target serangan ransomware. Studi ini berjudul โMenavigasi Lanskap Baru Keamanan: Survei Kesiapan Keamanan Siber Asia Pasifikโ, yang menampilkan kondisi keamanan siber di Asia Pasifik.
Survei dalam laporan ini diambil dari 3.844 individu. Dalam laporan Cloudflare juga diungkap cara organisasi mengatasi perangkat pemeras, pelanggaran data, dan kompleksitas yang disebabkan oleh Kecerdasan Buatan (AI).
Adapun serangan ransomware memang sudah membahayakan banyak pihak. Bahkan di Indonesia pada tahun ini terjadi serangan ransomware yang menyerang Pusat Data Nasional Sementara (PDNS) atau PDNS 2.
Baca Juga: Enam Langkah Penting Hindari Ransomware untuk Bisnis dan Kasus Lain
65% Perusahaan Indonesia Terjebak dengan Serangan Ransomware

Tak hanya pemerintahaan saja, ternyata perusahaan yang ada di Indonesia juga pernah terjebak dengan serangan ransomware. Namun yang berbeda, pihak kementerian tidak mau menebus uang yang dipinta oleh pelaku serangan siber tersebut.
Studi mengungkapkan 65% dari organisasi yang mengalami serangan ransomware dalam dua tahun terakhir mengatakan bahwa mereka telah membayar uang tebusan. Meskipun 80% dari organisasi tersebut sebelumnya telah mengeluarkan janji publik bahwa mereka tidak akan melakukan hal tersebut. Secara keseluruhan,ย server Remote Desktop Protocol (RDP) atau Virtual Private Network (VPN) yang berhasil diserang (65%) terbukti menjadi cara masuk yang paling umum bagi pelaku ancaman.
Survei juga mengungkapkan bahwa 81% dari responden di Indonesia mengkhawatirkan kemungkinan AI dapat meningkatkan kecanggihan dan keparahan pelanggaran data.ย Selain itu, 40% dari responden mengatakan bahwa organisasi mereka mengalami pelanggaran data dalam 12 bulan terakhir, dengan 38% di antaranya menyatakan bahwa mereka telah mengalami 11 atau lebih pelanggaran data.

Industri yang mengalami pelanggaran data terbanyak di antaranya Perjalanan, Pariwisata, dan Perhotelan (67%), Pendidikan (60%), Pemerintahan (50%), serta TI dan Teknologi. Pelaku serangan ransomware paling sering menargetkan data pelanggan (71%), data keuangan (58%), dan kredensial akses pengguna (56%).
โPimpinan keamanan siber harus terus-menerus mengevaluasi tenaga ahli, anggaran, dan strateginya agar tetap dapat mengatasi ancaman siber yang terus berkembang dan melindungi organisasinya,โ ujar Kenneth Lai, Wakil Presiden, ASEAN di Cloudflare.
Regulasi dan kepatuhan juga muncul sebagai tema penting dalam studi tahun ini. Survei menunjukkan bahwa 61% dari responden membelanjakan lebih dari 5% anggaran TI mereka untuk mengatasi persyaratan regulasi dan kepatuhan.

Selain itu, 68% dari responden melaporkan penggunaan lebih dari 10% dari waktu kerjanya dalam seminggu untuk mempertahankan kesesuaian dengan persyaratan dan sertifikasi regulasi industri. Namun, investasi dalam regulasi dan kepatuhan telah berdampak positif terhadap perusahaan, seperti pada tingkat dasar privasi dan/atau keamananย organisasi (78%), peningkatan integritas teknologi dan data organisasi (77%), serta peningkatan reputasi dan merek organisasi (72%).
Mempertahankan diri dari serangan siber tetap menjadi prioritas, dengan 93% responden mengungkapkan bahwa 10% lebih dari anggaran TI mereka telah dikeluarkan untuk keamanan siber.
Eksplorasi konten lain dari Gizmologi.id
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.



