Jakarta, Gizmologi โ Elon Musk melalui Starlink mengumumkan bahwa layanan internet satelit mereka akan digratiskan bagi pelanggan baru maupun lama di Indonesia hingga akhir Desember 2025. Bencana banjir dan longsor yang melanda Sumatra dalam beberapa hari terakhir menciptakan dampak besar bagi ribuan warga, terutama karena putusnya jaringan telekomunikasi di beberapa wilayah. Dalam situasi seperti ini, akses internet menjadi kebutuhan krusial, baik untuk komunikasi darurat maupun koordinasi evakuasi. Di tengah kondisi tersebut,
Kebijakan ini muncul setelah laporan bahwa sejumlah daerah di Sumatra terisolasi akibat rusaknya jaringan seluler konvensional. Sebagai penyedia internet satelit global yang memang dirancang untuk menjangkau area terpencil, Starlink dipandang mampu memberikan solusi cepat. Meski begitu, keputusan untuk memberikan layanan gratis juga memunculkan pertanyaan seputar kesiapan infrastruktur di lokasi bencana, mengingat proses pemasangan terminal sering kali terkendala kondisi geografis dan cuaca ekstrem.
Tawaran layanan gratis ini jelas disambut positif, tetapi publik tetap perlu melihat implementasinya secara nyata di lapangan. Starlink dapat menjadi penyelamat komunikasi di wilayah terpencil, namun efektivitasnya baru benar-benar terbukti jika perangkat, terminal, dan dukungan teknis bisa tersedia segera di area terdampak. Jika tidak, kebijakan ini bisa berakhir sebatas pengumuman tanpa dampak signifikan bagi korban bencana.
Baca Juga: Telkomsel Segera Pulihkan Jaringan dan Salurkan Bantuan di Sumatra
Janji Layanan Gratis dan Proses Aktivasi yang Masih Bergantung Pengguna

Elon Musk menegaskan bahwa kebijakan ini adalah prosedur standar SpaceX, yaitu memberikan layanan Starlink tanpa biaya setiap kali terjadi bencana alam di dunia. Pernyataan ini juga diperkuat oleh pengumuman resmi Starlink yang menyatakan bahwa seluruh pelanggan, baik yang sudah aktif maupun yang sebelumnya dijeda, akan menerima kredit layanan gratis selama periode tersebut. Secara teori, ini berarti siapa pun yang memiliki perangkat Starlink bisa langsung mengaktifkannya kembali tanpa membayar.
Namun dalam praktiknya, pelanggan tetap diminta membuat tiket dukungan dengan menyertakan keterangan โDukungan Banjir Indonesiaโ agar kredit mereka dapat diproses. Mekanisme manual seperti ini cukup berpotensi memperlambat proses, terutama bagi pengguna yang mengalami kesulitan akses. Di situasi bencana, prosedur yang lebih otomatis sebenarnya dapat memberikan bantuan lebih efektif dan cepat.
Selain itu, Starlink menekankan bahwa pelanggan harus mengaktifkan layanan terlebih dahulu sebelum kredit diberikan. Ini menimbulkan dilema bagi calon pengguna yang belum memiliki perangkat karena harga starter kit Starlink masih relatif mahal bagi sebagian besar warga di daerah bencana. Dengan kata lain, walaupun layanannya gratis, perangkatnya tetap membutuhkan biaya awal yang tidak kecil. Ini menjadi salah satu kelemahan besar dari skema bantuan yang ditawarkan.
Kolaborasi dengan Pemerintah dan Tantangan Akses di Area Bencana
Starlink menyebut telah bekerja sama dengan pemerintah Indonesia untuk membangun terminal darurat demi memulihkan konektivitas di wilayah terdampak terparah. Jika kolaborasi ini berjalan cepat, internet satelit memang bisa menjadi salah satu solusi tercepat mengingat perbaikan jaringan seluler konvensional biasanya membutuhkan waktu lebih lama. Konektivitas di area bencana sangat krusial, bukan hanya untuk komunikasi keluarga, tetapi juga koordinasi BNPB, relawan, evakuasi, hingga distribusi bantuan.
Meski begitu, membangun terminal di daerah banjir bukan perkara mudah. Lokasi yang sulit dijangkau, cuaca buruk, dan kondisi tanah yang tidak stabil bisa menghambat pemasangan perangkat. Selain itu, terminal Starlink membutuhkan sumber daya listrik yang stabil, sementara di banyak lokasi bencana justru terjadi pemadaman. Tantangan ini menjadi hambatan nyata yang harus ditangani pemerintah maupun tim teknis Starlink.
Di sisi lain, langkah Elon Musk ini tetap memberikan harapan bagi masyarakat di area yang kehilangan akses komunikasi total. Data BNPB mencatat 174 orang meninggal dunia dan 79 orang masih hilang akibat banjir bandang di Sumatra, dan keberadaan konektivitas dapat mempercepat proses pencarian maupun koordinasi bantuan. Kini tinggal menunggu apakah janji layanan gratis ini dapat diterjemahkan menjadi tindakan nyata yang benar-benar membantu para korban di lapangan.
Eksplorasi konten lain dari Gizmologi.id
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.



