Jakarta, Gizmologi – Dalam beberapa tahun terakhir, adopsi AI telah menjadi fokus utama di berbagai industri, termasuk ritel dan produk konsumen. Sebuah studi terbaru dari IBM Institute for Business Value menunjukkan bahwa para eksekutif di sektor ini semakin menyadari potensi AI untuk mendorong inovasi dan efisiensi. Dengan proyeksi peningkatan pengeluaran hingga 52% untuk penerapan AI di luar operasi TI tradisional pada tahun depan, transformasi ini akan mengubah cara perusahaan beroperasi dan melayani pelanggan.
Laporan berjudul “Embedding AI in Your Brand’s DNA” mengungkapkan bahwa pada tahun 2025, perusahaan ritel dan produk konsumen akan mengalokasikan rata-rata 3,32% dari pendapatan mereka untuk AI. Bagi perusahaan dengan nilai USD1 miliar, ini berarti investasi sebesar USD33,2 juta per tahun. Dana ini akan difokuskan pada berbagai aspek operasional, seperti layanan pelanggan, rantai pasokan, rekrutmen, dan pemasaran. Transformasi berbasis AI ini diharapkan tidak hanya meningkatkan produktivitas tetapi juga memperkuat relevansi dan kepercayaan terhadap brand.
Meski demikian, adopsi AI juga membawa tantangan baru, termasuk kebutuhan untuk melatih karyawan agar mampu bekerja dengan teknologi ini. Transformasi ketenagakerjaan menjadi salah satu fokus utama, dengan 31% karyawan diproyeksikan perlu mempelajari keterampilan baru dalam setahun ke depan. Selain itu, pentingnya tata kelola AI yang efektif menjadi perhatian, mengingat hanya sebagian kecil perusahaan yang sepenuhnya mengelola risiko seperti bias, transparansi, dan keamanan.
Baca Juga: Kaspersky ASAP, Program Pelatihan Peningkatan Keamanan Siber
Penerapan AI yang Pesat di Industri Ritel

Adopsi AI di industri ritel menunjukkan peningkatan signifikan. Menurut laporan IBM, 81% eksekutif yang disurvei menyatakan bahwa perusahaan mereka telah menggunakan AI pada tingkat moderat hingga signifikan. Penggunaan ini meliputi penerapan yang lebih kompleks, seperti perencanaan bisnis yang terintegrasi, yang diproyeksikan meningkat sebesar 82% pada tahun 2025.
Salah satu area utama yang mengalami perubahan besar adalah layanan pelanggan. AI memungkinkan personalisasi dalam skala besar, misalnya dengan memberikan tanggapan cepat dan relevan terhadap kebutuhan konsumen. Bahkan, survei menunjukkan bahwa penggunaan AI dalam layanan pelanggan akan meningkat hingga 236% dalam 12 bulan mendatang. Hal ini mencerminkan bagaimana AI dapat mempercepat proses sekaligus meningkatkan kepuasan pelanggan.
Namun, adopsi AI tidak berarti menghilangkan peran manusia sepenuhnya. Sekitar 55% dari implementasi AI di masa depan diproyeksikan melibatkan kolaborasi antara manusia dan AI. Dengan demikian, perusahaan perlu memastikan bahwa karyawan mendapatkan pelatihan yang memadai untuk bekerja bersama teknologi ini, sehingga integrasi berjalan lancar dan memberikan hasil optimal.
Pentingnya Ekosistem dan Tata Kelola AI

Investasi dalam ekosistem AI menjadi prioritas bagi banyak perusahaan. Dalam tiga tahun ke depan, penggunaan platform ekosistem AI diperkirakan meningkat dari 52% menjadi 89%. Platform ini memungkinkan perusahaan untuk berbagi data dan model AI dengan mitra bisnis, sehingga mempercepat inovasi dan meningkatkan efisiensi operasional. Kolaborasi lintas sektor, termasuk dengan start-up dan perusahaan teknologi, menjadi strategi kunci untuk memaksimalkan potensi AI.
Namun, di balik peluang tersebut, ada tantangan besar dalam hal tata kelola AI. Meski 87% eksekutif mengklaim memiliki framework tata kelola AI, hanya kurang dari 25% yang secara rutin meninjau alat mereka untuk mengelola risiko seperti bias dan keamanan. Kesenjangan ini menunjukkan perlunya perhatian lebih dalam memastikan bahwa AI diterapkan secara etis dan bertanggung jawab.
Roy Kosasih, Presiden Direktur IBM Indonesia, menegaskan pentingnya tata kelola yang baik. “AI kini merupakan kebutuhan strategis, dan kami melihat ada komitmen yang kuat di berbagai organisasi Indonesia untuk mengadopsi AI yang bertanggung jawab,” ujarnya. Menurutnya, keberhasilan adopsi AI tidak hanya ditentukan oleh teknologi itu sendiri, tetapi juga oleh bagaimana perusahaan menyiapkan struktur dan budaya yang mendukung.
Kolaborasi untuk Masa Depan yang Lebih Inovatif
Untuk memastikan keberhasilan transformasi berbasis AI, perusahaan ritel perlu mengubah cara pandang mereka terhadap teknologi ini. AI bukan sekadar alat untuk meningkatkan efisiensi, melainkan pendorong utama inovasi. Oleh karena itu, penting bagi perusahaan untuk menyelaraskan inisiatif AI dengan prioritas brand mereka.
Salah satu langkah strategis adalah memperkuat kolaborasi lintas fungsi. Menghilangkan sekat antara tim keuangan, teknologi, dan bisnis dapat membantu menciptakan rencana bisnis yang solid dan menunjukkan bagaimana AI memberikan keunggulan kompetitif. Selain itu, kemitraan dengan start-up dan perusahaan teknologi dapat membawa perspektif baru yang mendorong inovasi lebih lanjut.
Pada akhirnya, transformasi berbasis AI membutuhkan pendekatan holistik. Dari pelatihan karyawan hingga pengembangan ekosistem AI yang kolaboratif, setiap elemen harus saling mendukung untuk mencapai hasil terbaik. Dengan langkah yang tepat, industri ritel tidak hanya akan bertahan di era digital ini, tetapi juga memimpin perubahan yang membawa manfaat jangka panjang.
Eksplorasi konten lain dari Gizmologi.id
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.




