Jakarta, Gizmologi โ Tidak bisa dipungkiri, pemanfaatan kecerdasaran buatan (Artificial Intelligence/AI) sudah mulai menjadi sesuatu yang lumrah dalam produktivitas, termasuk memperkuat bisnis dalam hal meningkatkan pelayanan kepada pelanggan. Hanya saja pemanfaatannya bukan tanpa โtapiโ.
Ya, berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan Twilio Segment pada periode 8 April hingga 5 Mei 2024, didapati bahwa sebanyak 71% pemimpin bisnis di kawasan Asia Pasific (APAC) mengungkapkan keinginannya untuk berinvestasi atau mengadopsi machine learning berbasis AI menganalisa perilaku pelanggan dan membuat prediksi yang bisa memperkuat keputusan bisnis. Hal senada juga diungkapkan sebanyak 65% pemimpin bisnis di Amerika Utara dan 58% di Amerika Selatan, dan 58% di Eropa.
Selain itu, sebanyak 89% responden, termasuk 82% responden di Asia Pasific menyatakan bahwa pemanfaaan AI menjadi sesuatu yang lazim. Bahkan jika pemanfaatannya sesuai etika bisa menjadi keunggulan kompetitif mereka.
Adapun etika yang dimaksud dalam hal ini adalah keseimbangan yang cermat antara inovasi, transparansi, privasi data, dan praktik dalam memberikan pengalaman yang lebih baik bagi pelanggan sekaligus menjaga kepercayaannya. Apalagi berasarkan Laporan State of Customer Engagement yang juga dari Twilio, terungkap bahwa 49% responden menyatakan lebih percaya brand yang secara terbuka mengungkapkan penggunaan data pelanggan dan interaksi yang didukung oleh AI.
Menurut Robin Grochol, VP Product Management Twilio, dalam dunia pemasaran, personalisasi adalah hal yang sangat penting. Konsumen saat ini tidak hanya mengharapkan brand untuk memahami mereka, tetapi mereka juga ingin brand mengantisipasi kebutuhan mereka dan AI membuat hal tersebut menjadi kenyataan.
โDalam Laporan State of Personalization terbaru kami, kami menemukan bahwa mayoritas pemimpin bisnis beralih dari personalisasi yang bersifat reaktif (sesuai kebutuhan konsumen) ke personalisasi prediktif (memprediksi kebutuhan konsumen) dalam upaya mereka memenuhi permintaan konsumen yang semakin canggih dan dinamis,โ ujarnya melalui keterangan resmi yang diterima Gizmologi, Sabtu 29/6/2024).
Pemanfaatan AI dan Kecenderunan Perilaku Gen-Z
Laporan terbaru Twilio ini juga mengungkap bahwa konsumen dari kelompok Gen Z (berusia 18-27 tahun) menjadi penentu tren yang akan membentuk masa depan interaksi dan keterlibatan brand dengan konsumen. Sebagai generasi digital native yang tumbuh besar dengan teknologi, kelompok usia ini memiliki dengan daya beli yang besar dan preferensi yang unik, termasuk ekspektasi yang lebih tinggi akan keaslian, transparansi, dan interaksi yang sesuai dengan keinginan mereka.

Kecenderungan perilaku Gen-Z tersebut diakui telah menyebabkan perubahan besar pada saluran pemasaran tradisional. Tak heran jika sebanyak 85% perusahaan mengaku berencana menyesuaikan atau mengoptimalkan strategi pemasaran mereka guna mengakomodasi kebutuhan dan preferensi unik dari konsumen Gen Z.
Bahkan secara khusus, 45% pemimpin bisnis di Asia Pasifik mengatakan bahwa organisasi mereka berencana untuk melakukan penyesuaian ini dengan menggunakan konten dalam format video pendek seperti Tiktok atau Reels di Instagram. Selain itu, cara lain yang menjadi pilihan perusahaan untuk menyesuaikan strategi pemasaran mereka adalah dengan menggunakan konten AI generatif untuk menciptakan interaksi yang sangat visual dan personal serta menyesuaikan konten dan interaksi pelanggan berdasarkan analisis data.
Baca juga: Wamenkominfo Dorong Pengembangan Kebijakan Afirmatif AI di Indonesia
Sekedar informasi, laporan yang dibuat Twilio ini melibatkan sebanyak 521 responden dengan jabatan direktur atau lebih tinggi di perusahaan B2B dan B2C di 12 negara di empat kawasan: Amerika Utara, Amerika Selatan, Eropa, dan Asia Pasifik. Perusahaan-perusahaan ini diklaim memiliki lebih dari 500 karyawan dan memahami serta menerapkan strategi pengalaman pelanggan, teknologi pemasaran, atau strategi data pelanggan perusahaan.
Eksplorasi konten lain dari Gizmologi.id
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.



