Rudy Salim, Presiden Direktur Prestige Corp., baru saja memperkenalkan taksi drone ke publik tanah air, di Bali (26/11). Momentum tersebut mengawali jejak panjang transportasi udara masa depan di Indonesia.
Kendaraan taksi drone buatan China, yaitu EHang 216 mampu mengangkut hingga dua orang penumpang sekaligus. Mungkin tidak pernah terbayangkan sebelumnya akan ada “mobil terbang” melaju di atas udara kota-kota di Indonesia. Nyatanya hal itu kian dekat di hadapan kita.
Baca juga: Taksi Drone EHang 216 Masuk Indonesia: Sudah Diuji di Bali, Menunggu Regulasi
Sementara di kesempatan berbeda, Presiden Jokowi juga telah menyiapkan anggaran mencapai 12,2 triliun untuk memperkuat keamanan laut di perairan Natuna yang tertuang dalam Peraturan Presiden Nomor 85 Tahun 2021 tentang Rencana Kerja Pemerintah Tahun 2022. Dalam satu dokumennya menyebutkan bahwa upaya penguatan tersebut dilakukan lewat pengadaan Unamanned Aerial Vehicle (UAV). Seperti diketahui UAV merupakan istilah untuk menyebut jenis drone yang dipergunakan untuk kebutuhan militer.
Rudy Salim dan Presiden Jokowi mungkin tidak “janjian” ketika mereka memutuskan untuk mengimplementasikan transportasi taksi drone di Indonesia. Keduanya hanya menyadari bahwa perkembangan dari teknologi drone sudah berkembang sangat pesat untuk sekadar diabaikan keberadaannya.
Drone yang awal kemunculannya lebih dikenal sebagai bagian dari peralatan tempur militer, kini sudah menyentuh wilayah komersial untuk dimanfaatkan dalam keperluan bisnis, transportasi dan hiburan.
Lalu apa sebenarnya drone itu? Bagaimana bisa perangkat yang baru booming sekitar 10 tahun terakhir, dapat berkembang sedemikian pesat di berbagai negara? Bahkan ada kompetisi profesional untuk para penerbang drone. Gizmologi kali ini akan membahas berbagai hal yang perlu kamu ketahui tentang drone. Mulai dari sejarah, jenis, manfaat serta proyeksi perangkat canggih ini di masa mendatang.
Sejarah Drone

Teknologi pesawat tanpa awak memang baru dikenal luas dan berkembang pesat mulai dari tahun 90-an. Terutama ketika Angkatan Udara Amerika Serikat menggunakan MQ1-Predator mulai tahun 1994 dan secara rutin digunakan dalam peperangan yang melibatkan pihak AS. Akan tetapi konsep awal dari pemanfaatan peralatan tempur tanpa awak sudah dikenal sejak tahun 1849, ketika Austria menyerang Venesia menggunakan balon tanpa awak. Sekitar 200 balon diterbangkan ke penjuru kota dengan membawa bom seberat 24 – 30 kilogram. Meski pada praktiknya hanya satu balon yang sukses, sementara sisanya melenceng jauh terbawa angin.
Kegagalan itu memang tercatat dalam sejarah panjang. Beriringan dengan sebuah konsep brilian yang akhirnya mulai coba dikembangkan lebih jauh lagi lewat pengembangan teknologi terbaru.
Pada tahun 1907 di Perancis, dua bersaudara Jacques dan Louis Bréguet, membuat model pesawat dengan konfigurasi empat baling-baling (quadcopter). Ini menjadi peletak pondasi untuk konsep baling-baling modern yang akhirnya banyak digunakan pada model drone komersial saat ini.
Berlanjut dengan inovasi pesawat nirawak tahun 1916 bernama Ruston Proctor Aerial Target oleh Insinyur Inggris bernama Archibald Low. Sayangnya setelah digunakan dalam Perang Dunia I, teknologi tersebut tidak dikembangkan lebih jauh. Amerika Serikat pun turut membangun Kettering Bug, pesawat nirawak yang telah dilengkap kontrol gyroscopic. Kettering Bug berfungsi sebagai aerial torpado.Perkembangan konsep drone di era perang lebih banyak diperuntukkan sebagai bagian dari persenjataan. Yang digunakan sekali pakai.
Sampai adaptasi ke skala mikro terjadi di tahun 1960-an, ketika teknologi transistor ditemukan dan digunakan sebagai komponen radio-controlled. Termasuk digunakan pada pesawat mainan RC yang sampai kini masih terus eksis. Konsep drone pun dirasakan oleh masyarakat umum.
Titik Balik Penggunaan Drone di Dunia

Konsep dan model drone untuk kebutuhan militer (biasa disebut UAV) terus dikembangkan hingga akhir tahun 80-an. Sayangnya belum ada negara yang betul-betul mampu membuat terobosan berarti. Pengembangan UAV masih dianggap mahal dan kurang dapat diandalkan.
Sampai pada akhirnya Amerika Serikat menciptakan Predator, nama untuk pesawat perang nirawak, melalui perusahaan AeroVironment Inc. untuk berjibaku dalam perang AS di periode tahun 1990 – 2000-an. Selepas itu hadir pula model lain bernama Raven, Wasp, dan Puma. UAV milik AS begitu menakutkan dalam peperangan. Lewat pengendalian jarak jauh, para lawan seperti bertempur melawan mainan, hanya saja memiliki daya serang mematikan. Penggunaan UAV dianggap sukses oleh Amerika Serikat karena mampu menekan kematian di pihak mereka.
Titik balik drone akhirnya terjadi pada 2006. Ketika Federal Admiral Aviation Administration (FAA) atau Federasi Penerbangan Sipil Amerika Serikat memberi izin pertama untuk penggunaan drone komersial. Walau pada masa itu hanya sedikit orang yang mengajukan izin untuk memanfaatkan drone dalam kesehariannya. Lambat tapi pasti, diikuti dengan pengembangan tiada henti, pengajuan izin drone komersial pun terus meningkat. Puncaknya terjadi pada tahun 2015 dengan lebih dari 1000 pengajuan izin drone komersial sampai ke kantor FAA.
Amerika Serikat boleh dikatakan sebagai negara dengan perkembangan drone paling pesat di dunia. Sampai 30 November 2021, FAA mencatata ada 867.590 drone yang terdaftar. Terbagi atas 339.098 drone komersial, 524.906 drone rekreasional, dan ada 3.586 surat registrasi. Belum lagi ada 253.271 pilot tersertifikasi, dengan 151.741 yang sudah melengkapi tes versi TRUST untuk kebutuhan rekreasi. Bahkan lomba profesional drone pertama pun berlangsung di Amerika Serikat di bawah bendera DRL (Drone Racing League).
Dengan dibukanya perizinan penggunaan drone untuk berbagai keperluan sipil, membuat perkembangan perangkat tersebut pun menjadi semakin masif. Banyaknya permintaan penggunan pun turut meringankan ongkos produksi sehingga drone lebih mudah diakses banyak orang.
Baca juga: Drone Besutan Beehive Sukses Kirim Logistik di Madura
Lahirnya Taksi Drone Pertama
Pada perhelatan Consumer Electronics Show di Las Vegas, Amerika Serikat, banyak mata tertuju pada kehadiran drone beserta ragam variannya. Namun hanya satu drone yang betul-betul mencuri perhatian, dialah Ehang 184.
Diproduksi oleh Guangzhou EHang Intelligent Technology Co. Ltd, membuat Ehang 184 jadi drone penumpang pertama di dunia! Tanpa awak, tanpa kokpit, hanya tempat duduk untuk mengantarkan penumpang ke tempat tujuannya. Kehadiran Ehang 184 kala itu sudah sepenuhnya memanfaatkan sensor komputer untuk menavigasikan proses terbang hingga mendarat. Luar biasa!

Munculnya Ehang sekaligus mendorong perkembangan bisnis drone ke arah berbeda. Jika sebelumnya perangkat ini banyak di pakai di ranah militer. Lalu beralih ke aktivias rekreasi untuk mengambil foto/ video. Kemudian dipakai mengantarkan paket dalam ukuran tertentu. Maka Ehang 184 memadukan teknologi aviasi dengan moda transportasi.
Bepergian dengan mobil terbang yang banyak diimajinasikan dalam film bergenre sci-fi akhirnya ada di depan mata. Ehang akan merevolusi bisnis transportasi konvensional, jadi lebih progresif. Akhirnya negara menyiapkan regulasi, sementara perusahaan swasta turut mendorong tumbuhnya layanan taksi drone lengkap dengan halte untuk berangkat dan mendarat.
Ehang 184 memang pada akhirnya baru diuji terbang membawa penumpang pada tahun 2018. Dan sampai kini masih terus melakukan penyempurnaan model. “Ini adalah proses selangkah demi selangkah. Dan Ehang memiliki rencana tersendiri.” ujar Huazhi Hu, Pendiri dan CEO Ehang.
“Ketika bicara mengenai pengembangan dan penerapan transformasi teknologi apapun, maka inovasi teknologi akan memberi dampak, kemudian kebijakan dibuat dan dikembangkan . Hal ini terus mendorong pengembangan teknologi lebih lanjut.” sambungnya.
Perusahaan besar seperti Boeing dan Uber juga turut mengembangkan taksi drone bernama eVTOL (electric vertival take-off and landing). Ada juga Joby Aviation (AS), Flyastro (AS), Archer (AS), City Airbus (EU), dan Volocoptor (GER) yang turut dalam pengembangan maupun persaingan bisnis transportasi drone. Hingga diperkirakan pada tahun 2040 akan ada 430.000 ‘mobil terbang’ serupa yang beroperasi di seluruh dunia.
Regulasi Taksi Drone di Indonesia

Keputusan Rudy Salim untuk membawa taksi drone dalam Ehang 216 memang melampaui zamannya. Tapi sebenarnya taksi drone tersebut bukan yang pertama hadir. Pada tahun 2020 sebuah taksi drone bernama Frogs 282 telah melakukan uji terbang di Lapangan Udara Gading, Playen, Guungkidul, Yogyakarta. Bahkan Frogs diklaim merupakan drone berpenumpang pertama yang dibuat oleh anak bangsa, dan telah dikembangkan sejak 2017.
Saat uji coba terbang dilakukan oleh Frogs, Indonesia belum memiliki regulasi mengenai drone berpenumpang atau taksi terbang. Saat ini regulasi drone baru mengatur pada kebutuhan foto udara, riset, serta pengambilan video. “Diperlukan pertimbangan komprehensif dari sisi keselamatan penerbangan, kelaikudaraan, angkutan udara, keamanan penerbangan serta jaminan perlindungan bagi penumpan dan pihak terkait,” ujar Dirjen Perhubungan Udara Kemenhub, Novie Riyanto, dikutip dari Kompas.com.
Kemenhub memang perlu segera menetapkan regulasi untuk penggunaan drone sebagai moda transportasi. Terutama karena taksi drone ini akan beroperasi di ruang udara terbuka yang dekat dengan pemukiman penduduk, maupun perkantoran. Paling mudah adalah menyontek ketentuan sesuai dari International Civil Aviation Organization (ICAO), badan khusus di bawah naungan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).
Saat ini memang Rudy Salim jadi pihak terdepan dalam mempersiapkan taksi drone di Indonesia. Dikutip dari MediaIndonesia.com, Ehang telah memberi jatah 50 unit Ehang 216 untuk tahun 2022. Pemesanan yang masuk hingga saat ini sudah mencapai 40 unit. Selain bisa digunakan untuk transportasi penumpang dan barang, Ehang 216 juga menjadi inovasi solusi bagi penerapan smart city management,” papar Rudy Salim.
Sedangkan untuk kebutuhan militer dalam negeri bahkan Indonesia boleh dikatakan sudah lebih siap. Paling tidak Angkatan Udara RI sudah memiliki 20 pilot drone tersertifikasi Basic Remote Pilot FASI (Federasi Aero Sport Indonesia).
Dengan materi meliputi Ground School Basic Drone, Flying Training, CASR 61/91, CASR 107, Airport Operation, Aerodynamics, Risk Assessment, Meteorology, Aeronautical decision making dan materi-materi lain sesuai Permenhub Nomor 163/2015 dan Permenhub Nomor 37/2020 mengenai Pengendalian Pesawat Terbang Tanpa Awak (PTTA) di Indonesia.
Drone, baik digunakan untuk kebutuhan transportasi, hiburan, maupun militer, sudah tidak dapat dielakkan lagi. Perangkat yang memadukan ragam teknologi jaringan internet dengan otomotif, terbukti mampu memberi kemudahan bagi masyarakat untuk semakin efisien menjalani kehidupan. Teknologi drone yang pernah diimpikan dalam film sains fiksi telah hadir di depan mata kita. Tinggal kita yang harus segera beradaptasi agar tidak tergilas perkembangan zaman. Termasuk hadirnya satu profesi baru sebagai pilot drone.
Memang ada banyak hal menarik tentang drone. Pada artikel selanjutnya, kami akan mengulas teknologi apa saja yang termuat dalam sebuah perangkat drone, baik yang digunakan untuk fotografi, video, hiburan, maupun taksi drone yang kali ini dibahas.
Eksplorasi konten lain dari Gizmologi.id
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.




