Jakarta, Gizmologi – Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) berupaya menciptakan tata kelola transaksi elektronik yang aman melalui pengembangan identitas digital. Terlebih infrastruktur untuk sertifikasi elektronik ini meliputi, pembuktian keaslian identitas hingga otentikasi data, dengan melibatkan berbagai pihak, mulai dari Bank Indonesia hingga Otoritas Jasa Keuangan (OJK)
“Untuk mendukung terealisasinya manfaat identitas digital di Indonesia, Kementerian Kominfo bersama kementerian dan lembaga lain turut berperan aktif dalam komponen sistem digital dan tata kelola transaksi elektronik nasional,” kata Direktur Jenderal Aplikasi Informatika Kominfo Semuel Abrijani Pangerapan dalam webinar bersama VIDA pada Rabu (2/2).
Semuel memaparkan, ada enam lapisan yang sedang diupayakan untuk mendukung pengembangan identitas digital. Lapisan pertama adalah infrastruktur digital, yakni jaminan ketersediaan akses internet melalui penggelaran fiber optic, Base Transceiver Station (BTS), dan pengelolaan spektrum frekuensi.
Sertifikasi Elektronik Buat Aktivitas Digital Lebih Aman

Lapisan kedua, pembuktian identitas untuk menjamin keaslian identitas seseorang. Ketiga, otentikasi data, yakni pemilik identitas membuktikan bahwa dia mengakses sumber data atau layanan digital. Kedua lapisan tersebut, berada di bawah Kementerian Dalam Negeri.
Lapisan keempat, lanjut Semuel, adalah nirkertas, di mana Kominfo mengupayakan agar persetujuan dapat dilakukan secara elektronik dan sah melalui Tanda Tangan Elektronik (TTE). Lapisan kelima, Bank Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengupayakan agar pembukaan rekening dan transaksi dapat dilakukan secara elektronik atau tanpa tatap muka (cashless).
Lapisan keenam, otorisasi data, yaitu pemilik data pribadi dapat memberikan akses atau persetujuan bagi pihak ketiga untuk mengakses data pribadi.
“Ke depannya, Kementerian Kominfo akan terus melakukan langkah-langkah di antaranya menyiapkan kerangka regulasi yang berkaitan dengan pertumbuhan identitas digital di Indonesia, membangun ekosistem digital berbasis digital trust, dan melakukan penguatan sumber daya manusia (SDM) digital,” tutur Semuel.
Adapun kerangka regulasi yang telah berjalan untuk mendukung pengembangan identitas digital di Indonesia saat ini, terang Semuel, meliputi Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE), Peraturan Pemerintah (PP) 71/2019, dan Peraturan Menteri (PM) Kominfo 11/2018.
Adaptasi Identitas Digital

Semuel mengatakan, identitas digital harus bisa segera terealisasi di Indonesia karena selain sebagai upaya menghindari aktivitas ilegal menggunakan identitas pribadi, juga dapat menjadi upaya penghematan. Hal serupa juga telah dilakukan di banyak negara seperti Malaysia dan Australia.
“Jadi setiap sertifikat atau ID yang dikeluarkan oleh satu PSrE (Penyelenggara Sertifikat Elektronik), dikenali oleh PSrE lain dan platform yang menggunakan PSrE yang berbeda. Ini akan menghemat banyak sekali. Di Amerika saja menurut McKinsey tahun 2019, ini bisa menghemat 130 miliar dolar AS karena tidak semua orang membuat ID baru, sekali saja,” ujar Semuel.
Ekonom dari Universitas Indonesia sekaligus Mantan Menteri Keuangan Chatib Basri mengatakan bahwa sertifikasi elektronik akan membuat aktivitas digital menjadi lebih aman dan nyaman karena dapat mengatasi masalah mulai dari privasi hingga keamanan data.
“Kehadiran penyelenggara surat elektronik (PSrE) mengisi kekosongan yang terjadi untuk menjaga bahwa aktivitas digital kita bisa dilakukan secara nyaman, aman, dan berkelanjutan,” ujar Chatib
Menurut Chatib, transformasi digital yang sangat cepat akibat pandemi COVID-19 selama dua tahun terakhir membuat sertifikasi digital menjadi hal yang sangat krusial. Pasalnya, hampir seluruh kegiatan yang tadinya dapat dilakukan secara fisik beralih menjadi digital dan tak sedikit orang merasa khawatir untuk melakukan aktivitas digital.
Eksplorasi konten lain dari Gizmologi.id
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.



