Jakarta, Gizmologi – Meski tidak memperoleh spektrum frekuensi tambahan 2,3Ghz, XL Axiata terus berupaya menyiapkan implementasi layanan 5G. Operator ini melakukan sejumlah inisiatif telah dilaksanakan guna meningkatkan kapasitas jaringan dan efisiensi jaringan yang mencakup radio, transport, dan core. Upaya terbaru adalah dengan melakukan ujicoba teknologi 4G/5G Dynamic Spectrum Sharing (DSS).
Layanan 5G memang sudah menjadi keniscayaan. Karena dipercaya menjadi solusi atas terus meningkatnya trafik data hingga tahun-tahun ke depan. Hal ini ditegaskan pula oleh Gede Darmayusa yang mengatakan cepat atau lambat layanan 5G sudah pasti akan diimplementasikan di Indonesia.
“Karena itu kami tidak pernah berhenti untuk menyiapkan jaringan kami lewat serangkaian inovasi. Akan tetapi, layanan 5G tentu saja membutuhkan kesiapan ekosistem lainnya, termasuk ketersediaan spektrum 5G dengan lebar pita yang optimal,” ujar Darmayusa, saat konferensi pers virtual di platform Zoom (23/12).
Baca juga: Kominfo: Indonesia Bisa Nikmati 5G Mulai 2021
Teknologi Dynamic Spectrum Sharing

Dynamic Spectrum Sharing adalah teknologi yang memungkinkan pemanfaatan spektrum sama untuk layanan 4G dan 5G. Teknologi ini diujicobakan pada spektrum yang saat ini sudah dimiliki XL Axiata, yaitu 1800MHz dan 2100MHz. Uji coba yang dilakukan di area Depok ini berada pada tahap optimasi dan evaluasi performa.
Untuk keperluan uji coba ini, XL Axiata bekerja sama dengan Ericsson melalui feature ESS (Ericsson Spectrum Sharing).
Menurut I Gede Darmayusa, Director & Chief Technology Officer XL Axiata, tujuan dari uji coba ini adalah guna melihat kesiapan jaringan XL Axiata untuk 5G. Selain itu, uji coba ini juga dimaksudkan untuk mempelajari pengaruh implementasi 5G pada spektrum eksisting terutama pada layanan yang saat ini sudah berjalan, yaitu 3G dan 4G.
“Dengan 4G/5G Dynamic Spectrum Sharing , XL Axiata bisa memanfaatkan spektrum yang sama untuk layanan 4G dan 5G secara dinamis, alias berbagi pakai antara 4G dan 5G. Saat nanti 5G sudah diimplementasikan dan spektrum khusus telah tersedia, DSS dapat digunakan untuk solusi perluasan jaringan 5G dengan memanfaatkan jangkauan dan kapasitas spektrum eksisting, “ ujar Gede.
XL memberi penekanan bahwa istilah spectrum sharing dalam konteks DSS ini sama sekali berbeda dan tidak ada hubungannya dengan spectrum sharing yang diatur dalam UU Cipta Kerja. Karena 4G/5G spectrum sharing pada Dynamic Spectrum Sharing ini mengacu pada pemanfaatan spektrum untuk digunakan bagi layanan 4G dan 5G secara bergantian. Sehingga tidak sama dengan konsep berbagi spektrum antar operator sebagaimana diatur dalam UU Cipta Kerja.

Saat ini jaringan PT XL Axiata Tbk (XL Axiata) telah membentang dari Sabang hingga ke Merauke, termasuk di kawasan perkotaan maupun pedalaman, dengan 100% jaringan LTE. Hingga Desember 2020 ini, jangkauan layanan XL Axiata mencakup 34 provinsi, 458 kota/kabupaten, dan 60.623 desa, termasuk 353 desa 3T (USO) dengan total BTS sebanyak 143 ribu. Serta didukung oleh jaringan fiber optic yang membentang sepanjang lebih dari 100.000 km di seluruh Indonesia.
Peningkatan kapasitas dan efisiensi jaringan dilakukan secara menyeluruh, baik pada jaringan radio, transport maupun core. Pada sisi radio, peningkatan dilakukan dengan modernisasi perangkat radio serta implementasi Carrier Aggregation. Selain itu, dalam rangka inovasi untuk meningkatkan penetrasi jaringan, XL Axiata juga melakukan uji coba teknologi Open RAN. Kemudian pada sisi transport, dilakukan fiberisasi dan Segment Routing.
Pada jaringan core, XL Axiata menerapkan teknologi Cloud based Core dan Distributed Core, serta Control and User Plan Separation. Selain peningkatan kapasitas dan efisiensi jaringan, dalam rangka persiapan 5G, XL Axiata juga telah melakukan serangkaian uji coba terkait 5G, seperti 5G outdoor, 5G eMBB, smart city, hologram, serta pengujian beberapa spektrum 5G seperti milimeter wave, serta DSS.
Frekuensi 2,3Ghz Kurang Populer untuk 5G?
Minggu yang lalu, Kemenkominfo mengumumkan pemenang tender frekuensi 2,3 GHz. Selain untuk memperkuat 4G LTE, frekuensi tersebut digadang-gadang sebagai salah satu yang dipilih untuk 5G. Pemenang tendernya adalah Telkomsel, Tri, dan Smartfren. Sedangkan XL Axiata dan
Bahkan XL berkilah bahwa jumlah gawai yang mendukung operasional 5G di frekuensi 2,3 GHz jauh lebih sedikit dibandingkan perangkat yang mendukung 5G di 2,6 GHz. Ini menjadi satu indikasi bahwa secara global, ekosistem 5G di pita 2,3 GHz kurang populer.
Hal itu ditegaskan oleh Marwan O. Baasir, Chief Corporate Affairs XL Axiata yang mengutip data pemasok seluler global (Global Mobile Suppliers Association /GSA) November 2020. Disebutkan bahwa jumlah perangkat seluler yang mendukung 5G di frekuensi 2,3 GHz sekitar 50 perangkat.
Angka ini seperlima dari jumlah perangkat seluler yang telah mendukung 5G di 2,6 GHz dan 3,5 GHz, yang masing-masing berjumlah 269 perangkat dan 299 perangkat seluler. Kesiapan ekosistem perangkat memiliki peran penting dalam menghadirkan layanan 5G. Meski demikian, seluruh frekuensi tetap dapat digunakan untuk 5G karena perangkat telah tersedia.
Di sisi lain, penggelaran 5G di 2,3 GHz menjadi daya tarik karena letak pita frekuensi yang rendah sehingga cakupan yang diberikan jauh lebih luas. Dengan cakupan yang makin luas, sekitar radius 3 km dari BTS, investasi penggelaran jaringan juga makin murah karena titik pasang BTS tidak perlu terlalu rapat. Ini jika dibandingkan dengan 28 Ghz yang berada di frekuensi atas, cakupannya hanya sekitar 200 meter.
Setelah lelang 2.3GHz selesai, XL Axiata menunggu lelang spektrum 5G selanjutnya, yaitu 700MHz, 2.6GHz, 3.5GHz, 28GHz dengan total 1280MHz. XL Axiata berharap pengadaan spektrum 5G tersebut dapat segera terealisasi sesuai dengan rencana pemerintah.
Menurut Gede, untuk bisa memberikan pengalaman 5G yang sesungguhnya, dibutuhkan spektrum dengan lebar kanal yang lebih besar. Inovasi teknologi 5G memungkinkan koneksi dengan kapasitas yang jauh lebih besar, untuk itu dibutuhkan kanal bandwidth yang lebih lebar.
Gede berharap keseluruhan ekosistem teknologi 5G dapat segera benar-benar bisa terbentuk di Indonesia, seperti ketersediaan spektrum 5G, kesiapan infrastruktur, kesiapan use case, serta kesiapan perangkat pengguna yang terjangkau oleh pelanggan. Layanan 5G sudah mulai diterapkan di sejumlah negara maju, dan tidak lama lagi akan diterapkan di Indonesia. Menurutnya, banyak persiapan yang harus dilakukan dan berjalan beriringan, baik dari sisi operator, maupun juga ekosistem penunjangnya.
Eksplorasi konten lain dari Gizmologi.id
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.




