[go-night-button-shortcode type="1"]
Sebuah smartphone flagship yang sangat bagus, tapi lagi-lagi, sulit untuk saya rekomendasikan ke orang lain. Situasi serupa saya alami ketika sedang mengulas flagship dari Huawei di pertengahan tahun 2020 kemarin. Dan ketika penerusnya, Huawei Mate 40 Pro hadir secara, ternyata kurang lebih masih berikan impresi yang sama.
Jadi yang pertama dengan chipset berfabrikasi 5nm. Sensor kameranya disempurnakan oleh Leica. Desain waterfall display dengan kombinasi warna gradasi yang sangat elegan. Stereo speaker-nya sangat berkualitas, sembari dirancang tahan air. Banyak sekali keunggulan yang dibawa oleh Huawei, membuat Huawei Mate 40 Pro sangat kompetitif bila dibandingkan dengan flagship lainnya.
So, what’s not to like, then? Apa yang bikin smartphone ini sulit untuk direkomendasikan? Lagi-lagi, kompabilitas aplikasi di dalamnya. Situasi yang sayangnya masih harus berjalan hingga saat ini. Hampir sempurna, namun kurang cocok untuk saya. Apakah cocok untuk Gizmo friends? Simak ulasan lengkapnya berikut ini.
Desain
Yang bisa saya janjikan, mulai dari desain hingga kamera bakal penuh dengan pujian dari saya. Bukan karena saya dibayar, ya karena sebagai flagship, Huawei Mate 40 Pro memang sebagus itu. Terutama desain kamera belakangnya yang mengusung gaya bahasa baru “Space Ring”. Sepintas membuat saya dan beberapa orang teringat dengan iPod classic.
Selain ada logo Leica yang membawa kesan mewah, Huawei Mate 40 Pro juga hadir dengan material kaca lengkung premium. Warna Mystic Silver yang saya pakai punya gradasi rentang warna yang lebar—mulai dari merah muda, ungu, biru, kuning dan tentunya silver. Materialnya tidak mudah kotor atau membekas sidik jari, meski cenderung licin tanpa penggunaan soft case.
Berbeda dengan seri sebelumnya, Huawei Mate 40 Pro tetap dilengkapi dengan tombol volume fisik, meski tombol virtual masih tersedia lewat layar lengkungnya. Smartphone ini juga sudah kantongi sertifikasi IP68 tahan air dan debu. Bobotnya masih cukup terjaga di 212 gram, dengan ketebalan 9,1mm di mana modul kameranya tak terlalu tebal atau menyembul.
Secara keseluruhan, Huawei Mate 40 Pro terlihat mahal dan cukup nyaman dalam genggaman. Yang sedikit disayangkan, varian warna lain dengan material vegan leather tidak hadir resmi di Indonesia. Padahal pilihan warnanya cukup menarik, bisa jadi pembeda dari seri flagship lainnya.
Layar
Kemewahan masih terus berlanjut hingga ke tampilan layarnya. Saat flagship lainnya lebih banyak kembali ke desain layar flat, Huawei tetap mempersenjatai Mate 40 Pro dengan Horizon Display yang melengkung 88 derajat di sudut kiri dan kanannya. Secara visual, tentu menambah nilai mahal. Namun bagaimana software-nya bekerja untuk tingkatkan penggunaan?
Panelnya sendiri berdimensi 6,76 inci, dengan resolusi 1344p yang berikan kerapatan piksel 456ppi. Cukup tinggi, mendukung standar HDR10, dan sudah 90Hz (bisa di-set konstan maupun adaptif). Meski sudut kiri dan kanannya melengkung cukup tajam, layarnya cukup baik dalam menolak bagian telapak tangan, alias nggak gampang kepencet.
Lebih khawatir kalau jatuh atau kepentok aja, sih. Meski sudah ada proteksi layar yang terpasang secara bawaan, tetap harus berhati-hati kalau sampai jatuh. Kekurangan lain mungkin bakal terasa kalau sedang menampilkan konten yang memang ditampilkan dari ujung ke ujung layar, di mana konten pada bagian lengkung tentu bakal terlihat kurang jelas.
Reproduksi warnanya menurut saya sangat baik, dan juga terang saat digunakan di luar ruangan. Termasuk sensor sidik jarinya yang instan dan responsif meski jari saya mudah basah atau berkeringat. Paling-paling, yang sedikit mengganggu lagi adalah setup kamera depan yang tergolong cukup besar. Walaupun menghadirkan fitur-fitur yang menarik.
Kamera
Salah satu fitur kunci yang diunggulkan pada smartphone ini tentu saja ada pada bagian kameranya. Pada bagian Space Ring di belakangnya, terdapat empat sensor yang masing-masing punya fungsi berbeda. Sensor kamera utamanya beresolusi 50MP f/1.9, punya dimensi sensor fisik nbesar di 1/1.28 inci dan mendukung PDAF.
Satu sensor lain yang juga diunggulkan adalah ultra-wide 20MP f/1.8. Ya, bisa dibilang paling besar dan terang di kelasnya, yang juga didukung oleh octa PDAF. Sensor ketika adalah periskop 12MP f/3.4 yang berikan 5x optical zoom dengan OIS, ditambah sensor laser autofocus untuk bantu pengambilan fokus cepat di semua kondisi pencahayaan.
Menggunakan optik dari Leica, Huawei unggulkan kemampuan AI-nya yang bisa deteksi beragam objek maupun scenario, yang kemudian ditingkatkan secara real-time. Menurut saya cukup berhasil, hanya saja ketika digunakan untuk foto objek dekat, terkadang AI secara otomatis mengganti sensor dari wide ke ultra-wide, di mana tentunya kualitas foto bakal sedikit berkurang. Tinggal tap “x” saja bila sarannya tidak cocok.
Lantas bagaimana dengan kualitas fotonya? Menurut saya, tentu bisa bersaing dengan flagship kamera terbaik di kelasnya. Hasil foto dari ketiga sensor yang berbeda punya akurasi warna yang seragam dan konsisten, juga detil dari sensor ultra-wide masih cukup terjaga (meski hasilkan foto dalam rasio 3:2 dan tidak selebar kamera ultra-wide smartphone lain).
Omong-omong soal rasio, saya bingung kenapa dari tahun lalu Huawei tak sediakan opsi ambil foto dalam rasio 16:9. Pilihannya hanya 4:3, 1:1 (kotak) atau fullscreen. Padahal sekarang adalah eranya konten untuk Instagram Stories atau TikTok, jadi bakal agak repot karena harus crop atau tidak tahu persis framing yang tepat. Semoga opsi ini bisa hadir lewat software update.
Yang paling jarang saya gunakan adalah mode malam di Huawei Mate 40 Pro. Karena dua alasan; terkadang foto dari mode auto terlihat lebih terang, dan durasi pengambilan fotonya terlalu lama. Mulai dari -+ 7 detik saat pakai sensor utama, sampai belasan detik saat gunakan ultra-wide. Positifnya, mode auto pun sudah cukup banget di kondisi cahaya gelap.
Negatifnya, kalau mau pakai mode malam jadi tebak-tebakan apakah bakal jadi lebih gelap (walaupun detil lebih bagus) dari mode auto atau lebih terang. Dan juga jadi kurang cocok untuk pengambilan dengan objek yang tidak bisa steady atau diam. Untuk hasil fotonya, bisa dilihat sendiri dari beberapa sampel di bawah ya. Foto lengkapnya bisa diakses di album Google Photos berikut ini.
Ya, selain kamera belakang, kamera depan 13MP f/2.4 di Huawei Mate 40 Pro juga mampu berikan detil yang baik. Sensor ini sangat lebar, dan meski di-crop untuk swafoto yang lebih pas, masih terlihat cukup berkualitas. Sementara untuk perekaman video, belum bisa 8K, memang. Namun kualitas video 4K 30/60fps yang dihasilkan tergolong bagus. Huawei berikan kemampuan HDR secara otomatis, dan perpindahan antar sensor juga halus.
Uniknya, ketika pertama kali masuk ke dalam mode video, sensor default yang digunakan adalah ultra-wide. Juga hadir fitur pendukung lainnya seperti steady shot atau mode manual baik untuk foto dan video. Plus filter-filter pilihan termasuk filter khas kamera Leica.
Fitur

Menjadi sebuah flagship, tentunya smartphone premium Huawei satu ini hadir dengan beberapa fitur gimmick yang menurut saya bisa tingkatkan penggunaan. Yang pertama ingin saya apreasiasi adalah vibration motor serta kualitas speaker stereo-nya. Sangat nyaman ketika diaktifkan untuk keyboard virtual, sementara speakernya bikin saya jarang nyalain Bluetooth speaker, saking enak dan kencangnya.
Nah, selain kamera depan, di bagian dalam punch-hole Huawei Mate 40 Pro terdapat 3D Depth Sensing Camera. Fitur face unlock masih bisa berjalan meskipun saya lagi pakai masker. Fitur air scroll-nya juga bermanfaat ketika tangan sedang tidak bisa menyentuh kaca layar tapi ingin scroll konten di Instagram dan YouTube. Plus, sensor tersebut bisa koreksi posisi layar. Jadi walaupun sambal rebahan nyamping, layar tetap dalam mode potret.
Fitur always-on display juga bekerja bersamaan dengan sensor 3D Depth Sensing. Kalau smartphone sedang diletakkan di atas meja, pengguna cukup lirik mata ke arah layar, dan layar Huawei Mate 40 Pro bakal nyala sendiri. Selesai dipandang, mati sendiri. Antara keren atau agak seram (karena berarti sensor selalu aktif 24/7), tergantung persepsi dari Gizmo friends.
Catatan Tambahan
Sama seperti P40 Pro Plus, Huawei Mate 40 Pro juga menjalankan EMUI 11 berbasis Android 10. Dan tentunya, tanpa Google Play services. Alias harus menggunakan alternatif Huawei Mobile Services yang disediakan oleh Huawei, dan mengunduh aplikasi dari Huawei AppGallery. Sayangnya, situasinya masih sama dengan pengalaman saya pakai EMUI berbulan-bulan lalu.
Memang, aplikasi di AppGallery sudah jauh berkembang (sudah ada Grab, misalnya). Dan aplikasi yang tidak tersedia pun bisa dicarikan dari toko aplikasi pihak ketiga lewat Petal Search. Bisa diunduh, bisa diinstal, namun belum tentu bisa dijalankan berkat absennya Google Play Services tadi.
Akses ke YouTube, Google Keep maupun Google Photos masih bisa didapat lewat peramban atau browser (walaupun experience-nya jauh menurun). Aplikasi dari Microsoft seperti Edge, Outlook dan To Do masih berfungsi, meskipun To Do selalu menampilkan notifikasi tidak kompatibel tiap kali diakses.
Tapi kemudian, di suatu hari, saya harus mengikuti meeting yang menggunakan platform Amazon Chime. Sudah terpasang, namun ternyata tidak bisa diakses. Lewat browser pun tampilannya kurang bagus. Dengan begitu, tidak ada alternatif lain selain akses dari iPhone atau laptop saya. Menurut saya, hal-hal ini seharusnya tidak terjadi ketika sedang menggunakan sebuah flagship, dan inilah isu terbesar yang harus diperangi oleh Huawei.
Performa
Menjalankan chipset buatan sendiri, Kirin 9000 5G pada Huawei Mate 40 Pro bisa dibilang salah satu yang terbaik saat ini. Dengan fabrikasi 5nm, clock-speed mencapai 3.13GHz pada CPU inti, ditambah dengan kapasitas RAM dan penyimpanan internal lega. Masih bisa ditambah lewat kartu NM (nano memory), jenis kartu memori yang memang kurang umum.
Dengan lebih dari 14 miliar transistor di dalamnya, membuat performa smartphone ini kencang dan terjaga. Jarang sekali saya temukan lag, dan suhunya pun selalu terjaga. Begitu pula dengan kemampuan gaming-nya, serta kontribusinya yang membuat fitur AI jadi benar-benar berguna dan akurat (seperti air scroll di atas).
Dan seperti flagship kekinian, chipset ini juga sudah mendukung 5G. Namun tentunya masih dikunci, mengingat regulasi pemerintah belum juga selesai. Prosesor yang kencang juga berfungsi untuk hadirkan fitur khusus Huawei yang bisa dijalankan dengan perangkat satu ekosistem, seperti Multi-screen Collaboration.
Baterai
Untuk smartphone yang punya baterai berkapasitas 4,400 mAh, Huawei Mate 40 Pro sanggup bertahan seharian dengan penggunaan intensif ala saya. Kapasitasnya memang tidak sebesar flagship lain atau smartphone mid-range yang mencapai 5,000 mAh, namun sepertinya terbantu oleh chipset yang efisien daya.
Nggak cuma performa aja, pengisian dayanya juga kencang, mendukung standar 66W lewat kabel dan 50W secara nirkabel (wireless). Dengan adapter (dan kabel) bawaan, mengisi daya 30 menit saya sudah bisa mencapai hampir 90% (kurang lebih 45 menit untuk isi daya sampai penuh). Ingat, harus pakai adapter serta kabel khusus, ya. Karena protokolnya pun khusus, bukan Power Delivery atau Qualcomm Quick Charge.
Kesimpulan
Sebuah flagship mendekati sempurna yang, kalau saya deskripsikan, tak lepas dari dua kata berikut: andai saja. Sudah bagus-bagus, punya nilai yang merata 9 dari 10, mulai dari kamera, audio, desain, performa, layar sampai fitur yang diusungnya. Paket komplit flagship belasan juta.
Tapi lagi-lagi, keterbatasan yang sama masih dibawa ke Huawei Mate 40 Pro, yaitu absennya dukungan layanan dan aplikasi Google pada EMUI yang diusung. Di saat orang-orang (termasuk saya) menggunakan layanan dari Google demi kemudahan akses dari beragam perangkat, termasuk Apple sekalipun.
Menurut saya, hanya itu saja batasan utama yang membuatmu beli atau tidak membeli Huawei Mate 40 Pro. Oke dengan kondisi tanpa Google? Sudah ‘berinvestasi’ dengan ekosistem Huawei? Silakan beli smartphone ini dan menikmati segala keunggulan yang ditawarkan. Namun kalau dari dua pertanyaan tersebut jawabannya ‘tidak’, maka silakan mencari alternatif smartphone lain di rentang harga yang sama.
- Layar lengkung AMOLED 90Hz
- Kamera depan belakang memuaskan
- Fitur gimmick lengkap
- Baterai lumayan, pengisian cepat fleksibel
- Speaker stereo berkualitas
- Mode malam pada kamera kurang konsisten
Be the first to leave a review.
Beli gadget Huawei di:
Spesifikasi Huawei Mate 40 Pro

General
Device Type | Smartphone |
Model / Series | Huawei Mate 40 Pro |
Released | 15 Desember, 2020 |
Status | Available |
Price | IDR 15.999.000 (launch price) |
Platform
Chipset | HiSilicon Kirin 9000 5G (5nm) |
CPU | Octa-core (1x3.13 GHz Cortex-A77 & 3x2.54 GHz Cortex-A77 & 4x2.05 GHz Cortex-A55) |
GPU | Mali-G78 MP24 |
RAM (Memory) | 8GB |
Storage | 256GB (UFS 3.1) |
External Storage | Support NM card up to 256GB |
Operating System | Android 10 |
User Interface | EMUI 11 |
Design
Dimensions | 162.9 x 75.5 x 9.1 mm (Glass) / 9.5mm (Leather) |
Weight | 212 g |
Design Features |
Colors: Mystic Silver Protection: IP68 dust/water resistant (up to 1.5m for 30 mins) |
Battery |
Li-Po 4400 mAh, non-removable Fast charging 66W Fast wireless charging 55W Reverse wireless charging 5W |
Network
Network Frequency | 5G / LTE TDD / LTE FDD / WCDMA / EDGE / GPRS |
SIM | Dual SIM (Nano-SIM, dual stand-by) |
Data Speed | HSPA 42.2/5.76 Mbps, LTE-A, 5G |
Display
Screen Type | OLED capacitive touchscreen, 16M colors |
Size and Resolution | 6,76 inches; 1344 x 2772 pixels, 18.5:9 ratio |
Touch Screen | Yes, Multitouch capacitive touchscreen |
Features |
HDR10 90Hz refresh rate In-display fingerprint sensor |
Camera
Multi Camera | Yes (Rear & Front) |
Rear | 50 MP, f/1.9, 23mm (wide), 1/1.28", 1.22µm, omnidirectional PDAF, Laser AF; 12 MP, f/3.4, 125mm (periscope telephoto), PDAF, OIS, 5x optical zoom; 20 MP, f/1.8, 18mm (ultrawide), PDAF |
Front | 13 MP, f/2.4, 18mm (ultrawide); TOF 3D, (depth/biometrics sensor) |
Flash | Yes |
Video | [email protected]/60fps, [email protected]/60/240fps |
Camera Features | Leica optics, AI Image Stabilization, Light Painting Mode, Stickers, Dual-View Mode, High-res Mode, Pro Mode, Aperture Mode, AI Golden Snap |
Connectivity
Wi-fi | Wi-Fi 802.11 a/b/g/n/ac/6, dual-band, DLNA, Wi-Fi Direct, hotspot |
Bluetooth | 5.2, A2DP, LE |
USB | 3.1, Type-C 1.0 reversible connector, USB On-The-Go |
GPS | dual-band A-GPS, GLONASS, BDS, GALILEO, QZSS, NavIC |
HDMI | No |
Wireless Charging | Yes |
NFC | |
Infrared | Yes |
Smartphone Features
Multimedia Features |
Audio File Formats: mp3 / mp4 / 3gp / wma / ogg / amr / aac / flac / wav / midi / ra Support 192 Khz / 24 bit 3gp / mp4 / wmv / rm / rmvb / asf |
FM Radio | Yes |
Web Browser | HTML 5 with Android Browser |
Messaging | SMS(threaded view), MMS, Email, Push Mail, IM |
Sensors | Face ID, fingerprint (under display, optical), accelerometer, gyro, proximity, barometer, compass, color spectrum |